Timika, mimbarpapua.com – Pelantikan pengurus Badan Pengurus Daerah Kamar Adat Pengusaha Papua (BPD KAPP) Mimika yang baru menuai pertanyaan dari anggota aktif dan pengurus lama.
Direktur Eksekutif BPD KAPP Mimika, Faya Naa saat ditemui mempertanyakan status hukum kepengurusan yang baru, mengingat belum adanya Konferensi Tingkat Daerah (Konferda) resmi untuk mengangkat pengurus baru sesuai mekanisme organisasi.
Kata Emis, berdasarkan informasi yang diterima, saat ini terdapat dualisme kepengurusan KAPP di tingkat pusat, yakni versi pra-Konferensi Wamena dan versi Konferensi Biak.
Kondisi ini menimbulkan kegaduhan sampai di daerah, termasuk di Mimika, mengenai keabsahan pelantikan pengurus yang baru.
“Kami sebagai anggota aktif dan pengurus lama merasa perlu menanyakan dasar hukum pelantikan ini. Organisasi sebesar KAPP memiliki mekanisme yang jelas berdasarkan AD/ART, sehingga seharusnya pelantikan mengikuti aturan yang berlaku,” ujar Emis saat ditemui, Selasa (4/2/2025).
Selain itu, mereka juga meminta pemerintah daerah untuk lebih jeli dalam melihat situasi ini agar tidak terjadi pelanggaran terhadap aturan organisasi.
“KAPP adalah organisasi besar yang menaungi pengusaha adat Papua. Sehingg Pemerintah perlu memastikan bahwa proses kepengurusannya berjalan sesuai prosedur yang sah dan tidak menimbulkan polemik di kemudian hari,” tambahnya.
Sementara itu, pada kesempatan yang sama, Pengurus Bidang Konstruksi BPD KAPP Mimika, Emis Kogoya juga mengatakan, BPD KAPP Kabupaten Mimika adalah milik Tujuh Wilayah Adat Papua, Bukan Segelintir Orang untuk Kepentingan Pribadi
Kata Emis, KAPP merupakan organisasi yang menaungi pengusaha asli Papua dari tujuh wilayah adat, bukan milik kelompok atau individu tertentu untuk kepentingan pribadi.
“KAPP hadir sebagai wadah perjuangan ekonomi bagi masyarakat adat Papua, memastikan bahwa seluruh pengusaha adat mendapatkan kesempatan yang adil dan setara dalam pembangunan daerah,” kata Emis.
Selanjutnya, Pengurus KAPP lainnya, Aji Lemauk turut menyatakan bahwa sebagai organisasi besar, KAPP memiliki aturan yang jelas berdasarkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART).
Oleh karena itu, segala proses kepemimpinan dan kebijakan organisasi harus berlandaskan mekanisme yang sah dan melibatkan seluruh pengurus serta anggota dari tujuh wilayah adat Papua.
“KAPP bukan milik segelintir orang, bukan pula alat untuk kepentingan pribadi. Organisasi ini didirikan untuk memperjuangkan hak ekonomi masyarakat adat Papua di semua wilayah, bukan untuk kepentingan kelompok tertentu,” tegas Aji Lemauk.
Anggota BPD KAPP Mimika, Woisiri menyebutkan, saat ini ada kekhawatiran terkait adanya pihak-pihak yang berupaya mengendalikan KAPP untuk kepentingan sendiri, tanpa menghormati mekanisme organisasi yang telah disepakati bersama.
Kondisi ini berpotensi melemahkan perjuangan kolektif pengusaha adat Papua dan menimbulkan ketidakpercayaan di kalangan anggota.
“Sebagai bagian dari komunitas pengusaha adat, kami menyerukan kepada seluruh pihak, baik pemerintah maupun lembaga terkait, untuk menghormati struktur organisasi KAPP yang inklusif dan demokratis,” ujar Woisiri.
Woisiri melanjutkan, setiap kebijakan dan keputusan strategis harus melibatkan seluruh pengurus dan anggota dari tujuh wilayah adat, bukan hanya segelintir orang yang memiliki kepentingan tertentu.
“Kami juga meminta kepada para pemimpin organisasi untuk tetap berpegang pada nilai-nilai kebersamaan dan keadilan dalam menjalankan KAPP,” tuturnya.
Sementara itu, seorang Anggota BPD KAPP Mimika lainnya, Runaki mengatakan Pengusaha adat Papua harus diberdayakan secara merata, bukan dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.
KAPP adalah milik kita bersama. Mari kita jaga dan rawat organisasi ini agar tetap menjadi wadah perjuangan ekonomi yang kuat dan berpihak pada kepentingan masyarakat adat Papua.
Mereka para anggota aktif ini pun berharap agar persoalan ini segera diselesaikan melalui mekanisme organisasi yang sesuai dengan AD/ART KAPP. (Moh)